Rabu, 24 Agustus 2011

SELAMAT IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

Tak terasa sebulan ph berpuasa menahan lapar dan haus, serta menahan hawa nafsu, emosi dan segala macam perbuatan yang dapat mbatalkan puasa. Suara Tak_bir menggema di lantunkan oleh ummat islam di penjuru dunia.
Kami selaku admin blog yhayadthgreenholic.blogspot.com mengucapkan
Minal aidin wal faidzin
Mohon maaf lahir dan batin.

SELAMAT IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

Tak terasa sebulan penuh berpuasa menahan lapar dan haus, serta menahan hawa nafsu, emosi dan segala macam perbuatan yang dapat membatalkan puasa. Suara Takbir menggema di lantunkan oleh ummat islam di penjuru dunia.
Kami selaku admin blog yhayadthgreenholic.blogspot.com mengucapkan
Minal aidin wal faidzin
Mohon maaf lahir dan batin.

PEMANASAN GLOBAL DAN PENYEBABNYA

Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada
permukaan Bumi telah meningkat
0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian
besar peningkatan suhu rata-
rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar
disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah
dikemukakan oleh setidaknya 30
badan ilmiah dan akademik,
termasuk semua akademi sains
nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat
beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan
IPCC tersebut. Model iklim yang dijadikan
acuan oleh projek IPCC
menunjukkan suhu permukaan
global akan meningkat
1.1 hingga 6.4 °C
(2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan
oleh penggunaan skenario-
skenario berbeda mengenai
emisi gas-gas rumah kaca di
masa mendatang, serta model-
model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian
besar penelitian terfokus pada
periode hingga 2100, pemanasan
dan kenaikan muka air
lautdiperkirakan akan terus
berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat
emisi gas rumah kaca telah stabil.

[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari
lautan. Meningkatnya suhu global
diperkirakan akan menyebabkan
perubahan-perubahan yang lain
seperti naiknya permukaan air
laut, meningkatnya intensitas
fenomena cuaca yang ekstrim,

[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain
adalah terpengaruhnya hasil
pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Beberapa hal-hal yang masih
diragukan para ilmuwan adalah
mengenai jumlah pemanasan
yang diperkirakan akan terjadi
di masa depan, dan bagaimana
pemanasan serta perubahan- perubahan yang terjadi tersebut
akan bervariasi dari satu daerah
ke daerah yang lain. Hingga saat
ini masih terjadi perdebatan
politik dan publik di dunia
mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk
mengurangi atau membalikkan
pemanasan lebih lanjut atau
untuk beradaptasi terhadap
konsekuensi-konsekuensi yang
ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di
dunia telah menandatangani dan
meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada
pengurangan emisi gas-gas
rumah kaca. Penyebab pemanasan global Efek rumah kaca Segala sumber energi yang
terdapat di Bumi berasal dari
Matahari. Sebagian besar
energi tersebut berbentuk
radiasi gelombang pendek,
termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi,
ia berubah dari cahaya menjadi
panas yang menghangatkan
Bumi. Permukaan Bumi, akan
menyerap sebagian panas dan
memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini
berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa
luar. Namun sebagian panas
tetap terperangkap di atmosfer
bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi
ini. Gas-gas ini menyerap dan
memantulkan kembali radiasi
gelombang yang dipancarkan
Bumi dan akibatnya panas
tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini
terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata
tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi
sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-
gas ini di atmosfer, semakin
banyak panas yang terperangkap
di bawahnya. Efek rumah kaca ini sangat
dibutuhkan oleh segala makhluk
hidup yang ada di bumi, karena
tanpanya, planet ini akan
menjadi sangat dingin. Dengan
temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya
telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari
temperaturnya semula, jika tidak
ada efek rumah kaca suhu bumi
hanya -18 °C sehingga es akan
menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya,
apabila gas-gas tersebut telah
berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan
global. Efek umpan balik Anasir penyebab pemanasan
global juga dipengaruhi oleh
berbagai proses umpan balik
yang dihasilkannya. Sebagai
contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas
rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan
menyebabkan lebih banyaknya
air yang menguap ke atmosfer.
Karena uap air sendiri
merupakan gas rumah kaca,
pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di
udara sampai tercapainya suatu
kesetimbangan konsentrasi uap
air. Efek rumah kaca yang
dihasilkannya lebih besar bila
dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan
kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak
menurun karena udara menjadi menghangat).

[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara
perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di
atmosfer. Efek umpan balik karena
pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila
dilihat dari bawah, awan akan
memantulkan kembali radiasi
infra merah ke permukaan,
sehingga akan meningkatkan
efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut
akan memantulkan sinar
Matahari dan radiasi infra
merah ke angkasa, sehingga
meningkatkan efek pendinginan.
Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau
pendinginan tergantung pada
beberapa detail-detail tertentu
seperti tipe dan ketinggian awan
tersebut. Detail-detail ini sulit
direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan
sangat kecil bila dibandingkan
dengan jarak antara batas-batas
komputasional dalam model iklim
(sekitar 125 hingga 500 km
untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC
ke Empat). Walaupun demikian,
umpan balik awan berada pada
peringkat dua bila dibandingkan
dengan umpan balik uap air dan
dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model
yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.[3] Umpan balik penting lainnya
adalah hilangnya kemampuan
memantulkan cahaya (albedo) oleh es.

[4] Ketika temperatur global meningkat, es yang berada
di dekat kutub mencair dengan
kecepatan yang terus meningkat.
Bersamaan dengan melelehnya es
tersebut, daratan atau air di
bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki
kemampuan memantulkan cahaya
lebih sedikit bila dibandingkan
dengan es, dan akibatnya akan
menyerap lebih banyak radiasi
Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan
menimbulkan lebih banyak lagi
es yang mencair, menjadi suatu
siklus yang berkelanjutan. Umpan balik positif akibat
terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku
(permafrost) adalah mekanisme
lainnya yang berkontribusi
terhadap pemanasan. Selain itu,
es yang meleleh juga akan
melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik
positif. Kemampuan lautan untuk
menyerap karbon juga akan
berkurang bila ia menghangat,
hal ini diakibatkan oleh
menurunya tingkat nutrien pada
zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah
Variasi Matahari Terdapat hipotesa yang
menyatakan bahwa variasi dari
Matahari, dengan kemungkinan
diperkuat oleh umpan balik dari
awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.

[5] Perbedaan antara mekanisme ini
dengan pemanasan akibat efek
rumah kaca adalah meningkatnya
aktivitas Matahari akan
memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca
akan mendinginkan stratosfer.
Pendinginan stratosfer bagian
bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,

[6] yang tidak akan terjadi bila aktivitas
Matahari menjadi kontributor
utama pemanasan saat ini.
(Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek
pendinginan tersebut tetapi
penipisan tersebut terjadi mulai
akhir tahun 1970-an.) Fenomena
variasi Matahari
dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah
memberikan efek pemanasan
dari masa pra-industri hingga
tahun 190, serta efek
pendinginan sejak tahun 1950.

[7] Ada beberapa hasil penelitian
yang menyatakan bahwa
kontribusi Matahari mungkin
telah diabaikan dalam
pemanasan global. Dua ilmuan
dari Duke University mengestimasikan bahwa
Matahari mungkin telah
berkontribusi terhadap 45-50%
peningkatan temperatur rata-
rata global selama periode
1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.

[8] Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model
iklim yang dijadikan pedoman
saat ini membuat estimasi
berlebihan terhadap efek gas-
gas rumah kaca dibandingkan
dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan
bahwa efek pendinginan dari
debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.

[9] Walaupun demikian, mereka
menyimpulkan bahwa bahkan
dengan meningkatkan
sensitivitas iklim terhadap
pengaruh Matahari sekalipun,
sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade
terakhir ini disebabkan oleh gas-
gas rumah kaca. Pada tahun 2006, sebuah tim
ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan
adanya peningkatan tingkat
"keterangan" dari Matahari
pada seribu tahun terakhir ini.
Siklus Matahari hanya memberi
peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya"
selama 30 tahun terakhir. Efek
ini terlalu kecil untuk
berkontribusi terhadap pemansan global.

[10] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan
Fröhlich menemukan bahwa tidak
ada hubungan antara pemanasan
global dengan variasi Matahari
sejak tahun 1985, baik melalui
variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar